Sesuai dengan SAP matakuliah
softskill Aspek hokum dalam ekonomi bab 9 mengenai perlindungan konsumen,
disini saya akan sedikit menjelaskan mengenai perlindungan konsumen.
Apa itu perlindungan konsumen?
Perlindungan konsumen adalah
perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai
contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda
pemberitahuan kepada konsumen.
Apasaja Hak dan Kewajiban dari konsumen?
Seperti kita ketahui, saat ini
para konsumen sangat rentan terhadap barang dan/atau jasa di pasar dan menjadi
korban dari produk yang dipasarkan oleh produsen, khususnya produsen yang
mengejar keuntungan semata tanpa peduli mutu produk yang dijualnya, sehingga
mereka memproduksi barang dengan kualitas di bawah standar
nasional indonesia yang beresiko terhadap keamanan, keselamatan dan
kesehatan konsumen. Bukannya mengedukasikan konsumen dengan informasi yang
proporsional, para produsen ini terkadang memborbardir konsumen dengan
informasi yang menyesatkan melalui iklan di media dan diberbagai ruang public. Oleh
karena itu kita sebagai konsumen memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
Hak Konsumen
1.
Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2.
Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta
mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi
serta jaminan yang dijanjikan.
3.
Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur
mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4.
Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan.
5.
Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen,
dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.
Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7.
Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan
jujur serta tidak diskriminatif.
8.
Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau
penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya
Kewajiban
Konsumen
1.
Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2.
Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian
barang dan/atau jasa.
3.
Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4.
Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa
perlindungan konsumen secara patut .
Apasaja hak dan kewajiban pelaku usaha?
Seperti halnya konsumen, pelaku
usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur
dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1. hak
untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan
nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2. hak
untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak
baik;
3. hak
untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
4. hak
untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian
konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5. hak-hak
yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha
menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1. beritikad
baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2. memberikan
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang
dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3. memperlakukan
atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4. menjamin
mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan
ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. memberi
kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat
dan/atau yang diperdagangkan;
6. memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7. memberi
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang
dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan apa saja yang dilarang oleh pelaku usaha terhadap
konsumennya?
Ketentuan mengenai perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal
8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3
kelompok, yakni:
1. larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2. larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3. larangan
bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
.
Mari kita bahas satu per satu. Yang
pertama ialah larangan
bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku
usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha
dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a. tidak
memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan;
b. tidak
sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c. tidak
sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut
ukuran yang sebenarnya;
d. tidak
sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. tidak
sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang
dan/atau jasa tersebut;
f. tidak
sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau
promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g. tidak
mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu;
h. tidak
mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label;
i.
tidak memasang label atau membuat penjelasan barang
yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan
pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta
keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j.
tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk
penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh
ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman
tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah
memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah.
Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki
itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada
konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga
memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa
memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan
tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan keterangan
yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka
Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai
berikut:
Rusak: sudah tidak
sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang
baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata cukup sulit untuk
membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut
sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat
digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada
awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut
yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi
lagi.
Ketentuan terakhir dari pasal ini
adalah:
(4) Pelaku usaha yang
melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan
barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Bila kita perhatikan secara
seksama, ketentuan ayat (4) tidak mengatur pelanggaran ayat (3). Ternyata untuk
pelanggaran ayat (3), diatur melalui peraturan yang lebih spesifik. Yakni
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
1963 tentang Kesehatan. Untuk kedua bidang ini berlaku adagium lex specialis derogat lege
generalis. Artinya peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum.
Demikian sedikit penjelasan saya
mengenai Perlindungan konsumen. Ada beberapa yang saya kutip dari internet.
Semoga bermanfaat.
Sumber: