Thursday, 10 October 2013

TUGAS 3 BAHASA INDONESIA: EYD


EYD adalah singkatan dari kata Ejaan yang Disempurnakan. EYD adalah ejaan yang mulai resmi dipakai dan digunakan di Indonesia tanggal 16 agustus 1972. Ejaan ini masih tetap digunakan hingga saat ini. EYD adalah rangkaian aturan yang wajib digunakan dan ditaati dalam tulisan bahasa indonesia resmi.  EYD mencakup penggunaan dalam 12 hal, yaitu penggunaan huruf besar (kapital), tanda koma, tanda titik, tanda seru, tanda hubung, tanda titik koma, tanda tanya, tanda petik, tanda titik dua, tanda kurung, tanda elipsis dan tanda garis miring.

TUGAS 2: BAHASA INDONESIA: Ragam Bahasa



Ragam bahasa adalah variasi bahasa atau tuntutan pemakaian yang berbeda-beda menurut tempat, topik, penutur, sarana pembicaraan dan sebagainya. Adanya ragam bahasa Indonesia disebabkan oleh perkembangan masyarakat. Bahasa Indonesia memang banyak ragamnya. Indonesia sebagai negara yang kaya akan keberagaman bahasa disatukan menjadi bahasa nasional. Bahasa Indonesia adalah bahasa pemersatu bumi pertiwi sehingga tidak ada identitas suku ketika menggunakannya meski terkadang logat asli dari suatu suku tetap terbawa. Itulah bahasa pemersatu antar suku yang beragam di negeri ini.

Wednesday, 2 October 2013

TUGAS 1 BAHASA INDONESIA: Peranan Bahasa Indonesia



Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa Negara seperti tercantum dalam Undang-Undang Dasar RI 1945 Bab XV Pasal 36. Bahasa Indonesia ini juga mempunyai peranan sebagai bahasa pemersatu bangsa. Hal ini tertuang dalam ikrar ketiga Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi: "Kami putra dan putri Indonesia menjujung bahasa persatuan, Bahasa indonesia". Berdasarkan hal tersebut maka bahasa indonesia adalah bahasa resmi dan bahasa negara indonesia serta berperan sebagai bahasa pemersatu bangsa.

Saturday, 11 May 2013

SERTIFIKAT SEMINAR PERIODE 2013


Penyelesaian Sengketa Ekonomi


Sesuai dengan SAP matakuliah softskill Aspek hokum dalam ekonomi bab 11 mengenai penyelesaian sengketa ekonomi, disini saya akan sedikit menjelaskan mengenai penyelesaian sengketa ekonomi.
Pertama saya akan menjelaskan tentang sengketa, sengketa adalah masalah antara dua orang atau lebih dimana keduanya saling mempermasalahkan suatu objek tertentu, hal ini terjadi dikarenakan kesalahpahaman atau perbedaan pendapat atau persepsi antara keduanya yang kemudian menimbulkan akibat hukum bagi keduanya.
Di dalam penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, antara lain negosiasi (negotiation), melalui pihak ketiga, mediasi, konsiliasi, arbitrase, peradilan, dan peradilan umum.
Seperti contoh kasus , Ketika join venture akan membuka usaha berupa outlet magfood “ Amazy “ tetapi tanpa adanya izin dari pendiri Amazy tanpa memperhatikan dampak yang akan terjadi . Ini merupakan pelanggaran HaKi yaitu pendirian usaha yang telah ada tanpa izin atau melakukan perjanjian dengan pemilik asli outlet Amazy tersebut.
Cara penyelesian : Penyelesaian kasus HaKI sebaiknya melalui mediasi. keunggulan lembaga mediasi dibandingkan pengadilan antara lain lebih cepat dan biaya murah. Selain itu tidak semua hakim di pengadilan niaga memiliki wawasan yang luas terkait HaKI, sehingga vonisnya tidak dapat mendukung perlindungan atas HaKI itu sendiri. Terkadang penyelesaian sengketa melalui pengadilan secara psikologis akan menciptakan permusuhan antarpara pihak. Untuk itu penyelesaian nonlitigasi atau dengan cara mediasi akan meminimalkan itu permusuhan para pihak. Apabila penyelesaian sengketa di luar jalur pengadilan lebih menguntungkan karena proses perkara tertutup sehingga sifatnya rahasia, dan bisa menghasilkan konsensus yang menguntungkan kedua belah pihak.
Demikian sedikit penjelasan saya mengenai penyelesaian sengketa ekonomi untuk memenuhi tugas softskill saya. Semoga bermanfaat.

Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat


Disini saya akan melanjutkan tugas softskill aspek hokum dalam ekonomi, bab 10 tentang Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Pertama saya akan menjelaskan pengertian monopoli, Monopoli murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna.
Menurut UU no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat (1) Undang-undang Anti Monopoli)
Setelah mengetahui perjanjian yang dilarang dalam rangka persaingan usaha, maka pemerintah juga melarang kegiatan-kegiatan yang menyebabkan persaingan usaha menjadi tidak sehat.
Pelaku usaha dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Pelaku usaha patut diduga atau dianggap melakukan penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa apabila:
a.   barang dan atau jasa yang bersangkutan belum ada substitusinya; atau
b.  mengakibatkan pelaku usaha lain tidak dapat masuk ke dalam persaingan usaha barang dan atau jasa yang sama; atau
c.   satu pelaku usaha atau satu kelompok pelaku usaha menguasai lebih dari 50% (lima puluh persen) pangsa pasar satu jenis barang atau jasa tertentu.
KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha)
KPPU adalah lembaga penegak hukum,
Komisi Pengawas Persaingan Usaha, KPPU, adalah lembaga independen yang dibentuk untuk mengawasi pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Terlepas dari pengaruh dan kekuasaan Pemerintah serta pihak lain, KPPU berfungsi menyusun peraturan pelaksanaan dan memeriksa berbagai pihak yang diduga melanggar UU No.5/1999 tersebut serta memberi putusan mengikat dan menjatuhkan sanksi terhadap para pelanggarnya.
KPPU adalah komisi negara
KPPU bertanggung jawab kepada Presiden dan melaporkan hasil kerjanya kepada Dewan Pewakilan Rakyat. Komisi yang diresmikan pada 7 Juni 2000 ini terdiri atas sebelas anggota – termasuk seorang Ketua dan Wakil Ketua – yang pengangkatannya atas persetujuan DPR, dengan masa jabatan selama lima tahun.
KPPU turut berperan mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian berusaha.
Pengawasan pelaksanaan Undang-Undang tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat yang dilakukan KPPU dimaksudkan untuk mewujudkan perekonomian Indonesia yang efisien melalaui penciptaan iklim usaha yang kondusif, yang menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi semua pelaku usaha. Dengan tujuan yang sama, KPPU juga berupaya mencegah praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
Upaya KPPU menjamin agar setiap orang yang berusaha di Indonesia berada dalam situasi persaingan yang sehat dan wajar adalah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan posisi dominan oleh pelaku ekonomi tertentu. Kesempatan berusaha yang terjaga akan membuka lebar kesempatan konsumen untuk mendapatkan pilihan produk yang tak terbatas, yang memang menjadi hak mereka. Berjalannya kehidupan ekonomi yang menjamin keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum ini pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tugas dan Wewenang
Undang-undang No 5 Tahun 1999 menjelaskan bahwa tugas dan wewenang Komisi Pengawas Persaingan Usaha adalah sebagai berikut:Tugas
1.      melakukan penilaian terhadap perjanjian yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 4 sampai dengan Pasal 16;
2.      melakukan penilaian terhadap kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 24;
3.      melakukan penilaian terhadap ada atau tidak adanya penyalahgunaan posisi dominan yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat sebagaimana diatur dalam Pasal 25 sampai dengan Pasal 28;
4.      mengambil tindakan sesuai dengan wewenang Komisi sebagaimana diatur dalam Pasal 36;
5.      memberikan saran dan pertimbangan terhadap kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
6.      menyusun pedoman dan atau publikasi yang berkaitan dengan Undang-undang ini;
7.      memberikan laporan secara berkala atas hasil kerja Komisi kepada Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Wewenang
1.      menerima laporan dari masyarakat dan atau dari pelaku usaha tentang dugaan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
2.      melakukan penelitian tentang dugaan adanya kegiatan usaha dan atau tindakan pelaku usaha yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
3.      melakukan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap kasus dugaan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat yang dilaporkan oleh masyarakat atau oleh pelaku usaha atau yang ditemukan oleh Komisi sebagai hasil penelitiannya;
4.      menyimpulkan hasil penyelidikan dan atau pemeriksaan tentang ada atau tidak adanya praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
5.      memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
6.      memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli, dan setiap orang yang dianggap mengetahuipelanggaran terhadap ketentuan undang-undang ini;
7.      meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud huruf e dan huruf f, yang tidak bersedia memenuhi panggilan Komisi;
8.      meminta keterangan dari instansi Pemerintah dalam kaitannya dengan penyelidikan dan atau pemeriksaan terhadap pelaku usaha yang melanggar ketentuan undang-undang ini;
9.      mendapatkan, meneliti, dan atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan;
10.  memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak pelaku usaha lain atau masyarakat;
11.  memberitahukan putusan Komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat;
12.  menjatuhkan sanksi berupa tindakan administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini.
Demikian sedikit penjelasan saya mengenai Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Ada beberapa yang saya kutip dari internet. Semoga bermanfaat.

Sumber:                                                                

Perlindungan Konsumen


Sesuai dengan SAP matakuliah softskill Aspek hokum dalam ekonomi bab 9 mengenai perlindungan konsumen, disini saya akan sedikit menjelaskan mengenai perlindungan konsumen.

Apa itu perlindungan konsumen?

Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.

Apasaja Hak dan Kewajiban dari konsumen?

Seperti kita ketahui, saat ini para konsumen sangat rentan terhadap barang dan/atau jasa di pasar dan menjadi korban dari produk yang dipasarkan oleh produsen, khususnya produsen yang mengejar keuntungan semata tanpa peduli mutu produk yang dijualnya, sehingga mereka memproduksi barang dengan kualitas di bawah standar nasional indonesia yang beresiko terhadap keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumen. Bukannya mengedukasikan konsumen dengan informasi yang proporsional, para produsen ini terkadang memborbardir konsumen dengan informasi yang menyesatkan melalui iklan di media dan diberbagai ruang public. Oleh karena itu kita sebagai konsumen memiliki hak dan kewajiban sebagai berikut:
Hak Konsumen
1.            Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.
2.            Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.
3.            Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.
4.            Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.
5.            Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan konsumen, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6.            Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
7.            Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
8.            Hak untuk mendapat kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian jika barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian dan tidak sebagaimana mestinya
Kewajiban Konsumen
1.            Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan.
2.            Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa.
3.            Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
4.            Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut .

Apasaja hak dan kewajiban pelaku usaha?

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
1.      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
2.      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik;
3.      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen;
4.      hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
5.      hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
1.      beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
2.      memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
3.      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
4.      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5.      memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
7.      memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

Perbuatan apa saja yang dilarang oleh pelaku usaha terhadap konsumennya?

Ketentuan mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.      larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)
.
Mari kita bahas satu per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
a.       tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b.      tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
c.       tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
d.      tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e.       tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
f.       tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
g.      tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu;
h.      tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label;
i.        tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
j.        tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2) dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3)  Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
UU PK tidak memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah dipakai.
Tercemar: menjadi cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata cukup sulit untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi lagi.
Ketentuan terakhir dari pasal ini adalah:
(4)  Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Bila kita perhatikan secara seksama, ketentuan ayat (4) tidak mengatur pelanggaran ayat (3). Ternyata untuk pelanggaran ayat (3), diatur melalui peraturan yang lebih spesifik. Yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1963 tentang Kesehatan. Untuk kedua bidang ini berlaku adagium lex specialis derogat lege generalis. Artinya peraturan yang khusus mengalahkan peraturan yang umum.

Demikian sedikit penjelasan saya mengenai Perlindungan konsumen. Ada beberapa yang saya kutip dari internet. Semoga bermanfaat.

Sumber: