Thursday, 24 April 2014

Bank Dunia: 40 Persen Orang Indonesia Masih Miskin

Kamis, 24 April 2014 | 12:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bank Dunia menyatakan, manajemen risiko dapat menghindarkan masyarakat maupun negara dari risiko krisis sekaligus menciptakan kesempatan. Ini terkait dengan kemiskinan yang masih menjadi risiko bagi Indonesia. 

"Sebanyak 40 persen populasi di Indonesia hidup dalam kondisi miskin atau hampir miskin. Ini sangat krusial untuk membangun manajemen risiko terhadap pembangunan," kata Acting Director Bank Dunia, Cristobal Ridao Cano, di Jakarta, Kamis (24/4/2014). 

Lebih lanjut, Cristobal mengungkapkan, pengelolaan manajemen risiko penting untuk dapat diaplikasikan oleh Indonesia. Sebab, Indonesia menghadapi berbagai macam risiko, termasuk bencana alam. "Indonesia menghadapi risiko-risiko, baik bencana alam maupun yang disebabkan ulah manusia. Ada sekitar 300 bencana alam yang berpotensi menghantam Indonesia," ujarnya.

Cristobal pun menegaskan adalah hal yang krusial bagi Indonesia untuk membangun manajemen risiko terkait pembangunan. Adanya krisis global beberapa tahun silam, lanjutnya, mengingatkan bahwa ada kecenderungan kerentanan terhadap gejolak ekonomi global. 

Indonesia, lanjutnya, memiliki potensi yang sangat besar sebagai bangsa dan negara. Potensi tersebut tidak hanya sumber daya alam, tetapi juga lokasi, geografis, dan sumber daya manusia. Ia pun mengapresiasi upaya Pemerintah Indonesia dalam mengantisipasi krisis. 

"Indonesia telah membuat upaya yang signifikan, misalnya reformasi sistem jaminan sosial dan asuransi kesehatan," ujar Cristobal.



OPINI

Menurut saya memang benar Indonesia mayoritas dilanda kemiskinan. Sehingga seharusnya dibutuhkan solusi untuk mengentas kemiskinan tersebut. Sayangnya pemerintah belum mampu memberikan solusi yang pas. Saya mengharapkan pemerintah bisa mengelola potensi-potensi yang ada di Indonesia agar menghasilkan lapangan kerja baru. Dengan adanya pekerjaan yang layak diharapkan masyarakat miskin tidak malas lagi sehingga bisa merubah kondisi ekonominya.

No comments:

Post a Comment