A. ARTI SIATEM
Banyak
ahli di berbagai disiplin ilmu mengemukakan pendapatnya mengenai arti system.
Namun, apapun definisinya suatu system perlu memiliki ciri sebagai berikut
(Suroso, 1993):
- Setiap system memiliki tujuan
- Setiap system mempunyai ‘batas’ yang memisahkannya dari lingkungan
- Walau mempunyai batas, system tersebut bersifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya
- Suatu system dapat terdiri dari beberapa subsistem yang biasa juga disebut dengan bagian, unsure, atau komponen.
- Walau system tersebut terdiri dari berbagai komponen, bagian, atau unsure-unsur, tidak berarti bahwa system tersebut merupakan sekedar kumpulan dari bagian-bagian, unsure, atau komponen tersebut, melainkan merupakan suatu kebulatan yang utuh dan padu, atau memiliki sifat ‘wholism’
- Terdapat saling berhubungan dan saling ketergantungan baik di dalam system (intern) itu sendiri, maupun antara system dengan lingkungannya
- Setiap system melakukan kegiantan atau peruses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran. Karena itulah maka system sering disebut juga sebagai ‘processor’ atau transformator’
- Di dalam setiap system terdapat mekanisme control dengan memanfaatkan tersedianya uman balik.
- Karena adanya mekanisme control itu maka system mempunyai kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatik.
B. PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN PADA
UMUMNYA
Subsistem,
itulah system perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia. Dengan
karakteristik perekonomian subsistem, orang melakukan kegiatan ekonomi dalam
hal ini produksi, hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau kelompoknya saja.
Dengan kata lain pada saat itu orang belum terlalu berfikir untuk melakukan
kegiatan ekonomi untuk pihak lain, apalagi demi keuntungan. Kalaupun orang
tersebut harus berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan barang lain,
sifatnya adalah barter, untuk kepentingan masing-masing pihak.
Dengan
semakin berkembangnya jumlah manusia beserta kebutuhannya, semakin dirasakan
perlunya system perekonomian yang lebih teraturdan terencana. System barter
tidak lagi dapat dipertahankan, mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi
seperti:
- Sulitnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang memiliki keinginan yang sama
- Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan
- Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda
- Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar
Dengan
hambatan-hambatan yang terjadi tersebut, mulailah para cendikiawan memikirkan
system perekonomian lain yang lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh
manusia. Hasil-hasil pemikiran para ahli itu adalah:
SISTEM
PEREKONOMIAN PASAR (LIBERALIS/KAPITALISME)
Dasar
bekerjanya system ini adalah adanya kegiatan ‘invisible hand’/ tangan-tangan
yang tidak kelihatan yang dicetuskan oleh ahli ekonomi Adam Smith. Dasar ini
berasal dari paham kebebasan.Buku Adam Smith yang berjudul “The Theory of
Sentiments” menjadi kerangka moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham
kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi kaum klasik, dimana mereka
menganut paham “Laissez faire”, yang menghendaki kebebasan melakukan kegiatan
ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah.
Kaum
klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggap bahwa keseimbangan
ekonomi/pasar akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan
mengaturnya, kekuatan permintaan penawaran lah yang akan mewujudkannya. Dasar
pemikiran kaum klasik tersebut adalah:
- Hukum “SAY”, yang mengatakan bahwa setiap komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hokum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia produksi tentu akan digunakan oleh masyarakat.
- Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel. Dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidakseimbangan pasar(kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara, karena untuk selanjutnya keadaan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi bersangkutan menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastic. Dan karena komoditi yang ada sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan meningkatkan produksinya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Karena produksi meningkat jumlah komoditi di pasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung. Dan dari kedua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.
Jika demikian pemikirannya, selanjutnya apa tugas pemerintah?
Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah:
·
Mengelola
kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swasta, sebagai missal
mengelola pamong praja dan sejenisnya.
·
Membantu
memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang
sedang berlangsung. Sebagai contoh membangun prasarana jalan agar transportasi
menjadi lancer, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung, dan sejenisnya.
Dengan kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah
memiliki tiga tugas yang sangat penting (Suroso, 1993) yakni:
- Berkewajiban melindungi Negara dari kekerasan dan serangan Negara liberal lainnya
- Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidakadilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan badan hokum yang dapat diandalkan
- Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau saran untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perorangan dikarenakan keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga tidak dapat menutupi biayanya. Dengan perkataan lain di luar itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada swasta.
Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an,
kejayaan system ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul
pandangan-pandangan untuk memperbaiki system ini. Diantara para ahli yang cukup
terkenal dan hingga sampai saat ini pandangannya masih relevan adalah J. M.
Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa Negara, yang merupakan suatu
kekuatan di luar system liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam
kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia bagi semua warganya.
Secara umum karakteristik system ekonomi liberal/kapitalisme
adalah:
- Factor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahaan) dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta
- Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi, diserahkan kepada pemilik factor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku
- Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi
SISTEM PEREKONOMIAN PERENCANAAN
(ETATISME/SOSIALIS)
Pencetus ide mengenai
system ekonomi etatisme adalah Karl Max, yang diilhami dengan penderitaan kaum
buruh yang terjadi saat itu, sebagai ulah para kaum kapitalis. Dalam system ini
praktis kegiatan ekonomi sepenuhnya diatur di bawah kendali Negara. System ini
dapat kita lihat pada Negara yang menganut paham komunisme, seperti Uni Sovyet.
Tahap-tahap ide etatisme/komunisme yang sempat muncul adalah:
Pertama, tahap dimana
prinsip ekonominya adalah setiap orang member (kepada masyarakat) menurut
kemampuannya, dan setiap orang menerima sesuai dengan karyanya.
Tahap tersebut
berkembang menjadi “setiap orang member sesuai dengan kemampuannya, dan setiap
orang menerima menurut kebutuhannya” dengan kata lain “distribusi menurut
kebutuhannya” (Suroso, 1993).
Sistem sosialis sendiri tediri dari:
1.
System
sosialis pasar
Karakteristiknya adalah:
- Factor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/Negara
- Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi dengan dikoordinasi oleh pasar
- Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral, sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi
Karakteristiknya adalah:
·
Factor-faktor
produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/Negara
·
Pengambilan
keputusan ekonomi bersifat sentralisasi dengan koordinasi secara terencana
·
Rangsangan
dan insentif diberikan berupa material dan moral, sebagai sarana motivasi bagi
para pelaku ekonomi
Dengan semakin berkembangnya
kesadaran masyarakat dan tuntutan perekonomian internasional, tampaknya system
sosialis terencana ini mulai ditinggalkan oleh penganutnya. Salah satu contoh
adalah yang diawali oleh presiden Rusia, Gorbachev dengan tindakan
pembaharuannya. Dan akhir-akhir ini dengan mulai pecahnya Negara-negara
berpaham komunis, yang di dalam perekonomiannya cenderung bersistem sosialis.
SISTEM
EKONOMI CAMPURAN
Sistem ekonomi campuran ini adalah merupakan kombinasi logis
dari ketidaksempurnaan kedua system ekonomi di atas (liberalism dan etatisme).
Selain resesi dunia tahun 1930-an telah menjadi bukti ketidaksanggupan system
liberalis, langkah Gorbachev dan bubarnya kelompok Negara-negara komunis,
menjadi bukti pula kerapuhan system etatisme.
System campuran mencoba mengkombinasikan kebaikan dari kedua
system tersebut, diantaranya menyarankan perlunya campur tangan pemerintah
secara aktif dalam kebebasan pihak swasta dalam melaksanakan kegiatan
ekonominya. Dengan keinginan seperti ini, banyak Negara kemudian memilih system
ekonomi campuran ini.
C. PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN
INDONESIA
1.
Perkembangan
system ekonomi sebelum orde baru
Sejak berdirinya Negara Republik
Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh Negara pada saat itu merumuskan bentuk
perekonomian yang tepat bagi bangsa
Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri,
semasa hidupnya mencetuskan ide bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai
dengan cita-cita tolong-menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri Edi
Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan
secara koperasi, pemakasaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar
ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi
Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Negara Amerika
tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam
campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah
suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang
di dalamnya mengandung unsure penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan
menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka
menurut UUD’45, system perekonomian tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan
34.
Demokrasi Ekonomi dipilih karena
memiliki cirri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993):
·
Perekonomian
disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
·
Cabang-cabang
roduksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh Negara
·
Bumi,
air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat
·
Sumber-sumber
kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga
perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada
lembaga-lembaga perwakilan pula
·
Warga
Negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta
mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
·
Hak
milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan
kepentingan masyarakat
·
Potensi,
inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam
batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum
·
Fakir
miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
Dengan demikian di dalam perekonomian
Indonesia tidak mengijinkan adanya:
Free fight liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali
sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan
akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme, yakni keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan
sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan
bersaing secara sehat.
Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok
tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak
mengikuti ‘keinginan sang monopoli’.
Meskipun pada awal perkembangannya
perekonomian Indonesia menganut system ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi,
dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan
etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan
tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perokonomian
Indonesia. Demekian juga dengan system etatisme, pernah juga mewarnai corak
perekonomian ditahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara
tahun 1950 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa
program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut
adalah:
Ø Program Banteng tahun 1950, yang
bertujuan membantu pengusaha pribumi
Ø Sumitro Plan tahun 1951
Ø Renacana Lima Tahun Pertama, tahun
1955-1960
Ø Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan
rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian
Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:
·
Program-program
tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh
tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung
menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini
dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih
dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha
mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah
politik sejenisnya.
·
Akibat
lanjut dari keadaan diatas, dana Negara yang seharusnya dialokasikan untuk
kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan
perang.
·
Factor
berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk
(system parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali cabinet
berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah
disusun masing-masing cabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak
ingin disebut tidak sempat berjalan.
·
Disamping
itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi
dari berbagai pihak. Disamping keputusan individu/pribadi, dan partai lebih
dominan dari pada kepentingan pemerintah dan Negara.
·
Adanya
kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak
sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957 dan etatisme,
1958-1965)
Akibat yang ditimbulkan dari system
etatisme yang pernah terjadi di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat
pada bukti-bukti berikut:
·
Semakin
rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya
nilai eksport kita
·
Hutang
luar negeri yang justru depergunakan untuk proyek Mercu Suar
·
Deficit
anggaran Negara yang makin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru,
sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali
·
Keadaan
tersebuat masih dipeparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih
besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2%
2.
Perkembangn
system ekonomi Indonesia setelah orde baru
Iklim kebangsaan setelah orde baru
menunjukan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya
system ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui
masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 sampai dengan 1965, semua tokoh
Negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali
menempatkan system ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD
1945. Dengan demikian system demokrasi ekonomi dan system ekonomi Pancasila
kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awalnya orde baru diwarnai dengan
masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hamper di seluruh sector kehidupan, tidak
terkecuali sector ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditunjukkan untuk:
·
Membersihkan
segala aspek kehidupan dari sisa-sisa paham dan system perekonomian yang lama
(liberal/kapitalis dan etatisme/komunis)
·
Menurunkan
dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat
terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa:
Tingkat
inflasi tahun 1966 sebesar 650%
Tingkat
inflasi tahun 1967 sebesar 120%
Tingkat
inflasi tahun 1968 sebesar 85%
Tingkat
inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%
D. PARA PELAKU EKONOMI
DI INDONESIA
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku
ekonomi, yaitu:
- Pemilik factor produksi
- Konsumen
- Produsen
Dan
jika dalam ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi:
- Sector rumah tangga
- Sector swasta
- Sector pemerintah
- Sector luar negeri
Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi
pokok (sering disebut sebagai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi),
yakni:
Sesuai dengan konsep Trilogi Pembangunan (Pertumbuhan,
Pemerataan, dan kestabilan Ekonomi), maka masing-masing pelaku memiliki
prioritas fungsi sebagai berikut:
No comments:
Post a Comment