Thursday 22 March 2012

SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA


A.      ARTI SIATEM
Banyak ahli di berbagai disiplin ilmu mengemukakan pendapatnya mengenai arti system. Namun, apapun definisinya suatu system perlu memiliki ciri sebagai berikut (Suroso, 1993):
  • Setiap system memiliki tujuan
  • Setiap system mempunyai ‘batas’ yang memisahkannya dari lingkungan
  • Walau mempunyai batas, system tersebut bersifat terbuka, dalam arti berinteraksi juga dengan lingkungannya
  • Suatu system dapat terdiri dari beberapa subsistem yang biasa juga disebut dengan bagian, unsure, atau komponen.
  • Walau system tersebut terdiri dari berbagai komponen, bagian, atau unsure-unsur, tidak berarti bahwa system tersebut merupakan sekedar kumpulan dari bagian-bagian, unsure, atau komponen tersebut, melainkan merupakan suatu kebulatan yang utuh dan padu, atau memiliki sifat ‘wholism’
  • Terdapat saling berhubungan dan saling ketergantungan baik di dalam system (intern) itu sendiri, maupun antara system dengan lingkungannya
  • Setiap system melakukan kegiantan atau peruses transformasi atau proses mengubah masukan menjadi keluaran. Karena itulah maka system sering disebut juga sebagai ‘processor’ atau transformator’
  • Di dalam setiap system terdapat mekanisme control dengan memanfaatkan tersedianya uman balik.
  • Karena adanya mekanisme control itu maka system mempunyai  kemampuan mengatur diri sendiri dan menyesuaikan diri dengan lingkungannya atau keadaan secara otomatik.
B.      PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN PADA UMUMNYA
Subsistem, itulah system perekonomian yang terjadi pada awal peradaban manusia. Dengan karakteristik perekonomian subsistem, orang melakukan kegiatan ekonomi dalam hal ini produksi, hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri atau kelompoknya saja. Dengan kata lain pada saat itu orang belum terlalu berfikir untuk melakukan kegiatan ekonomi untuk pihak lain, apalagi demi keuntungan. Kalaupun orang tersebut harus berhubungan dengan orang lain untuk mendapatkan barang lain, sifatnya adalah barter, untuk kepentingan masing-masing pihak.
Dengan semakin berkembangnya jumlah manusia beserta kebutuhannya, semakin dirasakan perlunya system perekonomian yang lebih teraturdan terencana. System barter tidak lagi dapat dipertahankan, mengingat hambatan-hambatan yang dihadapi seperti:
  • Sulitnya mempertemukan dua atau lebih pihak yang memiliki keinginan yang sama
  • Sulitnya menentukan nilai komoditi yang akan dipertukarkan
  • Sulitnya melakukan pembayaran yang tertunda
  • Sulitnya melakukan transaksi dengan jumlah besar
Dengan hambatan-hambatan yang terjadi tersebut, mulailah para cendikiawan memikirkan system perekonomian lain yang lebih bermanfaat dan dapat digunakan oleh manusia. Hasil-hasil pemikiran para ahli itu adalah:
SISTEM PEREKONOMIAN PASAR (LIBERALIS/KAPITALISME)
Dasar bekerjanya system ini adalah adanya kegiatan ‘invisible hand’/ tangan-tangan yang tidak kelihatan yang dicetuskan oleh ahli ekonomi Adam Smith. Dasar ini berasal dari paham kebebasan.Buku Adam Smith yang berjudul “The Theory of Sentiments” menjadi kerangka moral bagi ide-ide ekonominya (1759). Paham kebebasan ini sejalan dengan pandangan ekonomi kaum klasik, dimana mereka menganut paham “Laissez faire”, yang menghendaki kebebasan melakukan kegiatan ekonomi, dengan seminim mungkin campur tangan pemerintah.
Kaum klasik berpendapat seperti itu, karena mereka menganggap bahwa keseimbangan ekonomi/pasar akan tercipta dengan sendirinya. Mekanisme pasarlah yang akan mengaturnya, kekuatan permintaan penawaran lah yang akan mewujudkannya. Dasar pemikiran kaum klasik tersebut adalah:
  1. Hukum “SAY”, yang mengatakan bahwa setiap komoditi yang diproduksi, tentulah ada yang membutuhkannya. Dengan hokum ini para pengusaha/produsen tidak perlu khawatir  bahwa barang dagangannya akan sisa, karena berapapun yang ia produksi tentu akan digunakan oleh masyarakat.
  2. Harga setiap komoditi itu bersifat fleksibel. Dengan demikian keseimbangan akan selalu terjadi. Kalaupun terjadi ketidakseimbangan pasar(kekurangan atau kelebihan komoditi) itu hanya bersifat sementara, karena untuk selanjutnya keadaan tersebut akan kembali dalam kondisi seimbang (equilibrium). Sebagai contoh produksi melimpah, menyebabkan harga komoditi bersangkutan menjadi murah. Karena harga sekarang menjadi murah, masyarakat berbondong-bondong untuk membelinya sehingga komoditi tersebut berkurang drastic. Dan karena komoditi yang ada sekarang menjadi sedikit maka harga akan naik kembali. Karena harga membaik, produsen akan meningkatkan produksinya dengan harapan akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Karena produksi meningkat jumlah komoditi di pasar menjadi banyak sehingga perlahan-lahan harga bergerak turun, begitulah keadaan akan berlangsung. Dan dari kedua keadaan tersebut akan mengarah terjadinya keseimbangan pasar. Dengan demikian pemerintah tidak perlu ikut dalam proses tersebut.
Jika demikian pemikirannya, selanjutnya apa tugas pemerintah? Menurut kaum klasik, tugas pemerintah adalah:
·         Mengelola kegiatan yang tidak efisien jika ditangani oleh pihak swasta, sebagai missal mengelola pamong praja dan sejenisnya.
·         Membantu memperlancar dan menciptakan kondisi yang mendukung kegiatan ekonomi yang sedang berlangsung. Sebagai contoh membangun prasarana jalan agar transportasi menjadi lancer, mengeluarkan kebijaksanaan yang mendukung, dan sejenisnya.
Dengan kondisi perekonomian yang semacam itu, pemerintah memiliki tiga tugas yang sangat penting (Suroso, 1993) yakni:
  • Berkewajiban melindungi Negara dari kekerasan dan serangan Negara liberal lainnya
  • Melindungi setiap anggota masyarakat sejauh mungkin dari ketidakadilan atau penindasan oleh anggota masyarakat lainnya atau mendirikan badan hokum yang dapat diandalkan 
  • Mendirikan dan memelihara beberapa institusi atau saran untuk umum yang tidak dapat dibuat oleh perorangan dikarenakan keuntungan yang didapat darinya terlalu kecil sehingga tidak dapat menutupi biayanya. Dengan perkataan lain di luar itu, kegiatan ekonomi diserahkan sepenuhnya kepada swasta.
Dengan terjadinya resesi dunia pada sekitar tahun 1930-an, kejayaan system ini seakan-akan berakhir. Dari kejadian itulah kemudian muncul pandangan-pandangan untuk memperbaiki system ini. Diantara para ahli yang cukup terkenal dan hingga sampai saat ini pandangannya masih relevan adalah J. M. Keynes, yang antara lain berpendapat bahwa Negara, yang merupakan suatu kekuatan di luar system liberalis ini haruslah ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi agar pekerjaan selalu tersedia bagi semua warganya.
Secara umum karakteristik system ekonomi liberal/kapitalisme adalah:
  • Factor-faktor produksi (tanah, modal, tenaga kerja, kewirausahaan) dimiliki dan dikuasai oleh pihak swasta 
  • Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi, diserahkan kepada pemilik factor produksi dan akan dikoordinir oleh mekanisme pasar yang berlaku 
  • Rangsangan insentif atau umpan balik diberikan dalam bentuk utama materi sebagai sarana memotivasi para pelaku ekonomi
      Proses bekerjanya system liberal/kapitalisme ini dapat dilihat pada gambar berikut:


SISTEM PEREKONOMIAN PERENCANAAN (ETATISME/SOSIALIS)
Pencetus ide mengenai system ekonomi etatisme adalah Karl Max, yang diilhami dengan penderitaan kaum buruh yang terjadi saat itu, sebagai ulah para kaum kapitalis. Dalam system ini praktis kegiatan ekonomi sepenuhnya diatur di bawah kendali Negara. System ini dapat kita lihat pada Negara yang menganut paham komunisme, seperti Uni Sovyet. Tahap-tahap ide etatisme/komunisme yang sempat muncul adalah:
Pertama, tahap dimana prinsip ekonominya adalah setiap orang member (kepada masyarakat) menurut kemampuannya, dan setiap orang menerima sesuai dengan karyanya.
Tahap tersebut berkembang menjadi “setiap orang member sesuai dengan kemampuannya, dan setiap orang menerima menurut kebutuhannya” dengan kata lain “distribusi menurut kebutuhannya” (Suroso, 1993).
Sistem sosialis sendiri tediri dari: 
1.      System sosialis pasar
            Karakteristiknya adalah:
  • Factor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/Negara 
  • Pengambilan keputusan ekonomi bersifat desentralisasi dengan dikoordinasi oleh pasar 
  • Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral, sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi 
      2.   Sistem sosialis terencana (komunis)
            Karakteristiknya adalah:
·         Factor-faktor produksi dimiliki dan dikuasai oleh pihak pemerintah/Negara
·         Pengambilan keputusan ekonomi bersifat sentralisasi dengan koordinasi secara terencana
·         Rangsangan dan insentif diberikan berupa material dan moral, sebagai sarana motivasi bagi para pelaku ekonomi
Dengan semakin berkembangnya kesadaran masyarakat dan tuntutan perekonomian internasional, tampaknya system sosialis terencana ini mulai ditinggalkan oleh penganutnya. Salah satu contoh adalah yang diawali oleh presiden Rusia, Gorbachev dengan tindakan pembaharuannya. Dan akhir-akhir ini dengan mulai pecahnya Negara-negara berpaham komunis, yang di dalam perekonomiannya cenderung bersistem sosialis.
SISTEM EKONOMI CAMPURAN
Sistem ekonomi campuran ini adalah merupakan kombinasi logis dari ketidaksempurnaan kedua system ekonomi di atas (liberalism dan etatisme). Selain resesi dunia tahun 1930-an telah menjadi bukti ketidaksanggupan system liberalis, langkah Gorbachev dan bubarnya kelompok Negara-negara komunis, menjadi bukti pula kerapuhan system etatisme.
System campuran mencoba mengkombinasikan kebaikan dari kedua system tersebut, diantaranya menyarankan perlunya campur tangan pemerintah secara aktif dalam kebebasan pihak swasta dalam melaksanakan kegiatan ekonominya. Dengan keinginan seperti ini, banyak Negara kemudian memilih system ekonomi campuran ini.

C.      PERKEMBANGAN SISTEM PEREKONOMIAN INDONESIA 

1.      Perkembangan system ekonomi sebelum orde baru
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia, banyak sudah tokoh-tokoh Negara pada saat itu merumuskan bentuk perekonomian yang tepat bagi  bangsa Indonesia, baik secara individu maupun melalui diskusi kelompok.
Sebagai contoh, Bung Hatta sendiri, semasa hidupnya mencetuskan ide bahwa dasar perekonomian Indonesia yang sesuai dengan cita-cita tolong-menolong adalah koperasi (Moh. Hatta dalam Sri Edi Swasono, 1985), namun bukan berarti semua kegiatan ekonomi harus dilakukan secara koperasi, pemakasaan terhadap bentuk ini justru telah melanggar dasar ekonomi koperasi.
Demikian juga dengan tokoh ekonomi Indonesia saat itu, Sumitro Djojohadikusumo, dalam pidatonya di Negara Amerika tahun 1949, menegaskan bahwa yang dicita-citakan adalah ekonomi semacam campuran. Namun demikian dalam proses perkembangan berikutnya disepakatilah suatu bentuk ekonomi baru yang dinamakan sebagai Sistem Ekonomi Pancasila yang di dalamnya mengandung unsure penting yang disebut Demokrasi Ekonomi.
Terlepas dari sejarah yang akan menceritakan keadaan yang sesungguhnya pernah terjadi di Indonesia, maka menurut UUD’45, system perekonomian tercermin dalam pasal-pasal 23, 27, 33, dan 34.
Demokrasi Ekonomi dipilih karena memiliki cirri-ciri positif yang diantaranya adalah (Suroso, 1993):
·         Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan
·         Cabang-cabang roduksi yang penting bagi Negara dan menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Negara
·         Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kepentingan masyarakat
·         Sumber-sumber kekayaan dan keuangan Negara digunakan dengan permufakatan lembaga-lembaga perwakilan rakyat, serta pengawasan terhadap kebijaksanaannya ada pada lembaga-lembaga perwakilan pula
·         Warga Negara memiliki kebebasan dalam memilih pekerjaan yang dikehendaki serta mempunyai hak akan pekerjaan dan penghidupan yang layak
·         Hak milik perorangan diakui dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan masyarakat
·         Potensi, inisiatif dan daya kreasi setiap warga Negara dikembangkan sepenuhnya dalam batas-batas yang tidak merugikan kepentingan umum
·         Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh Negara
Dengan demikian di dalam perekonomian Indonesia tidak mengijinkan adanya:
Free fight liberalism, yakni adanya kebebasan usaha yang tidak terkendali sehingga memungkinkan terjadinya eksploitasi kaum ekonomi yang lemah, dengan akibat semakin bertambah luasnya jurang pemisah si kaya dan si miskin.
Etatisme, yakni keikutsertaan pemerintah yang terlalu dominan sehingga mematikan motivasi dan kreasi dari masyarakat untuk berkembang dan bersaing secara sehat.
Monopoli, suatu bentuk pemusatan kekuatan ekonomi pada satu kelompok tertentu, sehingga tidak memberikan pilihan lain pada konsumen untuk tidak mengikuti ‘keinginan sang monopoli’.
Meskipun pada awal perkembangannya perekonomian Indonesia menganut system ekonomi Pancasila. Ekonomi Demokrasi, dan ‘mungkin campuran’, namun bukan berarti system perekonomian liberalis dan etatisme tidak pernah terjadi di Indonesia. Awal tahun 1950-an sampai dengan tahun 1957-an merupakan bukti sejarah adanya corak liberalis dalam perokonomian Indonesia. Demekian juga dengan system etatisme, pernah juga mewarnai corak perekonomian ditahun 1960-an sampai dengan masa orde baru.
Keadaan ekonomi Indonesia antara tahun 1950 sampai dengan tahun 1965-an sebenarnya telah diisi dengan beberapa program dan rencana ekonomi pemerintah. Diantara program-program tersebut adalah:
Ø  Program Banteng tahun 1950, yang bertujuan membantu pengusaha pribumi
Ø  Sumitro Plan tahun 1951
Ø  Renacana Lima Tahun Pertama, tahun 1955-1960
Ø  Rencana Delapan Tahun
Namun demikian kesemua program dan rencana tersebut tidak memberikan hasil yang berarti bagi perekonomian Indonesia. Beberapa factor yang menyebabkan kegagalan adalah:
·         Program-program tersebut disusun oleh tokoh-tokoh yang relative bukan bidangnya, namun oleh tokoh politik, dengan demikian keputusan-keputusan yang dibuat cenderung menitikberatkan pada masalah politik, dan bukannya masalah ekonomi. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada masa-masa ini kepentingan politik tampak lebih dominan, seperti mengembalikan Negara Indonesia ke Negara kesatuan, usaha mengembalikan Irian Barat, menumpas pemberontakan di daerah-daerah, dan masalah politik sejenisnya.
·         Akibat lanjut dari keadaan diatas, dana Negara yang seharusnya dialokasikan untuk kepentingan kegiatan ekonomi, justru dialokasikan untuk kepentingan politik dan perang.
·         Factor berikutnya adalah, terlalu pendeknya masa kerja setiap cabinet yang dibentuk (system parlementer saat itu). Tercatat tidak kurang dari 13 kali cabinet berganti saat itu. Akibatnya program-program dan rencana ekonomi yang telah disusun masing-masing cabinet tidak dapat dijalankan dengan tuntas, kalau tidak ingin disebut tidak sempat berjalan.
·         Disamping itu program dan rencana yang disusun kurang memperhatikan potensi dan aspirasi dari berbagai pihak. Disamping keputusan individu/pribadi, dan partai lebih dominan dari pada kepentingan pemerintah dan Negara.
·         Adanya kecenderungan terpengaruh untuk menggunakan system perekonomian yang tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia (liberalis, 1950-1957 dan etatisme, 1958-1965)
Akibat yang ditimbulkan dari system etatisme yang pernah terjadi di Indonesia pada periode tersebut dapat dilihat pada bukti-bukti berikut:
·         Semakin rusaknya sarana-sarana produksi dan komunikasi, yang membawa dampak menurunnya nilai eksport kita
·         Hutang luar negeri yang justru depergunakan untuk proyek Mercu Suar
·         Deficit anggaran Negara yang makin besar dan justru ditutup dengan mencetak uang baru, sehingga inflasi yang tinggi tidak dapat dicegah kembali
·         Keadaan tersebuat masih dipeparah dengan laju pertumbuhan penduduk (2,8%) yang lebih besar dari laju pertumbuhan ekonomi saat itu, yakni sebesar 2,2% 

2.      Perkembangn system ekonomi Indonesia setelah orde baru
Iklim kebangsaan setelah orde baru menunjukan suatu kondisi yang sangat mendukung untuk mulai dilaksanakannya system ekonomi yang sesungguhnya diinginkan rakyat Indonesia. Setelah melalui masa-masa penuh tantangan pada periode 1945 sampai dengan 1965, semua tokoh Negara yang duduk dalam pemerintahan sebagai wakil rakyat sepakat untuk kembali menempatkan system ekonomi kita pada nilai-nilai yang telah tersirat dalam UUD 1945. Dengan demikian system demokrasi ekonomi dan system ekonomi Pancasila kembali satu-satunya acuan bagi pelaksanaan semua kegiatan ekonomi selanjutnya.
Awalnya orde baru diwarnai dengan masa-masa rehabilitasi, perbaikan, hamper di seluruh sector kehidupan, tidak terkecuali sector ekonomi. Rehabilitasi ini terutama ditunjukkan untuk:
·         Membersihkan segala aspek kehidupan dari sisa-sisa paham dan system perekonomian yang lama (liberal/kapitalis dan etatisme/komunis)
·         Menurunkan dan mengendalikan laju inflasi yang saat itu sangat tinggi, yang berakibat terhambatnya proses penyembuhan dan peningkatan kegiatan ekonomi secara umum.
Tercatat bahwa:
Tingkat inflasi tahun 1966 sebesar 650%
Tingkat inflasi tahun 1967 sebesar 120%
Tingkat inflasi tahun 1968 sebesar 85%
Tingkat inflasi tahun 1969 sebesar 9,9%

D.   PARA PELAKU EKONOMI DI INDONESIA
Jika dalam ilmu ekonomi mikro kita mengenal tiga pelaku ekonomi, yaitu:
  • Pemilik factor produksi 
  • Konsumen 
  • Produsen
Dan jika dalam ekonomi makro kita mengenal empat pelaku ekonomi:
  • Sector rumah tangga 
  • Sector swasta 
  • Sector pemerintah 
  • Sector luar negeri
Maka dalam perekonomian Indonesia dikenal tiga pelaku ekonomi pokok (sering disebut sebagai agen-agen pemerintah dalam pembangunan ekonomi), yakni:

Sesuai dengan konsep Trilogi Pembangunan (Pertumbuhan, Pemerataan, dan kestabilan Ekonomi), maka masing-masing pelaku memiliki prioritas fungsi sebagai berikut:


No comments:

Post a Comment